Salat merupakan tiang agama, dan amal pertama yang akan dihisab pada hari kiamat. Keutamaan salat tidak hanya ditentukan oleh waktu pelaksanaannya, tetapi juga oleh tempat di mana salat itu ditunaikan. Di antara tempat yang paling utama untuk mendirikan salat setelah tiga masjid utama (Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjidil Aqsha) adalah masjid Quba, masjid pertama yang dibangun oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika hijrah ke Madinah. Disunahkan untuk mengunjungi masjid Quba dan melaksanakan salat di dalamnya. Allah Ta‘ala berfirman,
لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ
“Sesungguhnya, masjid yang didirikan atas dasar takwa (yaitu masjid Quba) sejak hari pertama lebih berhak untuk kamu salat di dalamnya.” (QS. At-Taubah: 108) [1]
Dalam tulisan ini, kita akan membahas secara ringkas hadis-hadis tentang salat di masjid Quba, keutamaannya, tata cara pelaksanaannya, serta doa dan zikir yang dianjurkan untuk dibaca.
Hadis-hadis tentang salat di masjid Quba
Terdapat sejumlah hadis yang membicarakan tentang salat di masjid Quba. Di antara yang paling penting adalah sebagai berikut,
Pertama: Dari Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ، ثُمَّ أَتَى مَسْجِدَ قُبَاءٍ فَصَلَّى فِيهِ صَلَاةً كَانَ لَهُ كَأَجْرِ عُمْرَةٍ
“Barangsiapa bersuci di rumahnya, kemudian datang ke masjid Quba, lalu salat di dalamnya satu salat, maka baginya pahala seperti umrah.” (HR. Ibnu Majah 320, disahihkan oleh al-Albani)
Kedua: Dari Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata,
كان رسول الله صلى الله عليه وسلم يأتي مسجد قباء، راكباً وماشياً، فيصلي فيه ركعتين
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa datang ke masjid Quba dalam keadaan berkendara dan berjalan kaki, lalu beliau salat di dalamnya dua rakaat.”
Dalam riwayat lain disebutkan,
رأيت النبي يأتيه كل سبت
“Aku melihat Nabi datang ke masjid itu setiap hari Sabtu.” (HR. Bukhari dan Muslim) [2]
Keutamaan salat di masjid Quba
Salat di masjid Quba memiliki keistimewaan yang sangat agung. Di antaranya adalah:
Pertama: Pahalanya setara dengan umrah. Sebagaimana disebutkan dalam hadis Sahl bin Hunaif radhiyallahu ‘anhu yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah di atas.
Kedua: Merupakan masjid yang didirikan di atas dasar takwa sejak hari pertama, Allah mendorong dan memotivasi kita untuk menunaikan salat di situ.
Ketiga: Bentuk ketaatan kepada Allah dan Rasul-Nya.
Keempat: Menjadi tempat pemersatu kaum mukminin.
Kelima: Berfungsi sebagai benteng dan perlindungan bagi Islam dan kaum muslimin.
Keempat poin di atas (poin kedua sampai kelima), disarikan dari perkataan Ibnu Katsir dalam tafsir beliau terhadap surah At-Taubah ayat 108. Beliau mengatakan,
ثُمَّ حَثَّهُ عَلَى الصَّلَاةِ فِي مَسْجِدِ قُباء الَّذِي أُسِّسَ مِنْ أَوَّلِ يَوْمِ بِنَائِهِ عَلَى التَّقْوَى، وَهِيَ طَاعَةُ اللَّهِ، وَطَاعَةُ رَسُولِهِ، وَجَمْعًا لِكَلِمَةِ الْمُؤْمِنِينَ ومَعقلا وَمَوْئِلًا لِلْإِسْلَامِ وَأَهْلِهِ؛ وَلِهَذَا قَالَ تَعَالَى: {لَمَسْجِدٌ أُسِّسَ عَلَى التَّقْوَى مِنْ أَوَّلِ يَوْمٍ أَحَقُّ أَنْ تَقُومَ فِيهِ} وَالسِّيَاقُ إِنَّمَا هُوَ فِي مَعْرِضِ مسجد قباء
“Kemudian Allah mendorong (Nabi dan umatnya) untuk menunaikan salat di masjid Quba, yaitu masjid yang sejak hari pertama pembangunannya telah didirikan di atas dasar takwa. Salat di dalamnya merupakan bentuk ketaatan kepada Allah dan ketaatan kepada Rasul-Nya, serta sebagai sarana untuk mempersatukan kalimat kaum mukminin, sekaligus menjadi benteng dan tempat perlindungan bagi Islam dan pemeluknya. Oleh karena itu, Allah Ta‘ala berfirman (yang artinya), ‘Sungguh, masjid yang didirikan atas dasar takwa sejak hari pertama, lebih berhak untuk kamu salat di dalamnya‘ (QS. At-Taubah: 108).” [3]
Tata cara salat di masjid Quba
Pertama: Berwudu dari rumah atau tempat asal
Disunahkan bagi seorang muslim untuk bersuci (berwudu) terlebih dahulu di tempat tinggalnya (atau hotel tempat menginap), kemudian berangkat menuju masjid Quba. Hal ini sesuai dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam riwayat Ibnu Majah di atas. Sebagian ulama menganggap sunah ini merupakan syarat untuk mendapatkan keutamaan berupa pahala umrah, sebagaimana yang akan kami singgung dalam sub-bab berikutnya.
Kedua: Salat yang dilakukan boleh fardu maupun sunah
Tidak ada pembatasan khusus; salat yang dilakukan di masjid Quba bisa berupa salat fardu jika waktunya bersamaan, atau salat sunah dua rakaat sebagaimana yang biasa dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Hal ini juga berdasarkan hadis Ibnu Majah di atas.
Ketiga: Hari yang paling dianjurkan adalah hari Sabtu
Berdasarkan hadis sahih dari Ibnu Umar, sebagaimana telah disebutkan di atas. An-Nawawi rahimahullah mengatakan,
يستحب استحبابا متأكدا أن يأتي مسجد قباء وهو في يوم السبت آكد ناويا التقرب بزيارته والصلاة فيه …
“Disunahkan dengan penekanan yang kuat untuk mendatangi masjid Quba, terutama pada hari Sabtu, dengan niat mendekatkan diri kepada Allah melalui kunjungan dan salat di dalamnya.” (kemudian beliau menyebutkan dalil-dalil atasnya) [4]
Apakah bersuci dari rumah merupakan syarat?
Para ulama berselisih pendapat, apakah bersuci dari rumah merupakan syarat untuk mendapatkan keutamaan berupa pahala umrah? Sebagian ulama berpendapat bahwa hal itu merupakan syarat (untuk mendapatkan keutamaan pahala seperti umrah) [5], dan sebagian lain menyatakan bahwa itu bukan syarat. As-Sindi rahimahullah dalam Hasyiyah-nya atas Sunan Ibnu Majah menjelaskan,
قَوْلُهُ: (مَنْ تَطَهَّرَ فِي بَيْتِهِ) لَعَلَّ هَذَا الْقَيْدَ لَمْ يَكُنْ مُعْتَبَرًا فِي نَيْلِ هَذَا الثَّوَابِ بَلْ ذَكَرَهُ لِمُجَرَّدِ التَّنْبِيهِ عَلَى أَنَّ الذَّهَابَ إِلَى الْمَسْجِدِ لَيْسَ إِلَّا لِمَنْ كَانَ قَرِيبَ الدَّارِ مِنْهُ …
“Ucapan Nabi, ‘Barangsiapa bersuci di rumahnya‘, kemungkinan syarat ini bukanlah sesuatu yang mutlak untuk memperoleh pahala tersebut, melainkan hanya sekadar penjelasan bahwa orang yang dimaksud adalah penduduk sekitar … ” [6]
Namun tidak diragukan bahwa sikap yang paling hati-hati (al-aḥwaṭ) untuk mendapatkan keutamaan tersebut adalah bersuci terlebih dahulu sebelum berangkat menuju masjid Quba, sebagai pengamalan terhadap zahir hadis. Wallaahu a’lam. [7]
Bolehkah melakukan perjalanan jauh (syaddur-rihāl) khusus untuk mengunjungi masjid Quba?
Seseorang tidak boleh melakukan perjalanan jauh (syaddur-rihāl) dengan tujuan khusus untuk salat di masjid Quba. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
لا تشد الرحال إلا إلى ثلاثة مساجد: المسجد الحرام، ومسجد الرسول صلى الله عليه وسلم، ومسجد الأقصى.
“Tidak boleh melakukan perjalanan jauh (syaddur-rihāl) kecuali ke tiga masjid: Masjidil Haram, Masjid Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam (Masjid Nabawi), dan Masjid Al-Aqsha.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Syekh Bin Baaz rahimahullah pernah ditanya permasalahan tersebut, dan beliau menjawab,
لا، شَدُّ الرحال إلى ثلاثة مساجد بس، ومسجد قباء اللي في المدينة يروح بالسيارة ما يخالف، أما يأتي من خارج المدينة فلا، الرسول ﷺ كان يزوره من المدينة راكبًا أو ماشيًا عليه الصلاة والسلام، أما شد الرحل إليه من بلد أخرى لا، إلا الثلاثة مساجد.
“Tidak, karena perjalanan jauh (syaddur-rihāl) hanya dibolehkan menuju tiga masjid saja, yaitu: Masjidil Haram, Masjid Nabawi, dan Masjid Al-Aqsha. Adapun Masjid Quba yang berada di Madinah, boleh dikunjungi oleh penduduk Madinah atau yang sedang berada di dalamnya, baik dengan berjalan kaki maupun berkendaraan, sebagaimana yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yang biasa mengunjungi masjid Quba dari Madinah, dalam keadaan berkendaraan atau berjalan kaki. Namun, seseorang tidak boleh melakukan perjalanan jauh dari negeri lain, dengan tujuan khusus untuk salat di masjid Quba, karena yang dibolehkan syaddur-rihāl hanyalah ke tiga masjid utama.” [8]
Doa dan zikir yang dibaca
Terkait dengan doa dan zikir yang dibaca khusus dalam salat di masjid Quba ini, kami belum menemukan adanya doa dan zikir khusus tersebut. Wallaahu a’lam.
Demikian, semoga Allah Ta‘ala memberikan kita taufik untuk mengamalkannya dengan niat yang ikhlas dan mengikuti sunah Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Baca juga: Sejarah dan Keutamaan Masjid Quba
***
Rumdin PPIA Sragen, 1 Zulqadah 1446
Penulis: Prasetyo Abu Ka’ab
Artikel Muslim.or.id
Referensi utama:
Bazmul, Muhammad Umar. Bughyatu al-Mutathawwi’ fi Shalati at-Tathawwu’. Kairo: Darul Imam Ahmad, cetakan ke-1, 2006.
Ibnu Katsir, Isma‘il bin ‘Umar. Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm. Cetakan ke-2. Kairo: Dar ‘Alamiyah, 2012 M. 4 jilid.
Catatan kaki:
[1] Lihat Al-Fiqh al-Muyassar, 4: 101; dan Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, 2: 557.
[2] Lihat Bughyat al-Mutathawwi‘ fi Salat at-Tathawwu‘, hal. 154.
[3] Tafsīr al-Qur’ān al-‘Aẓīm, 2: 557.
[4] Al-Majmū‘ Syarḥ al-Muhadzdzab, 8: 276.
[5] Lihat fatwa Syekh Ibn Bāz tersebut di:
[6] Hasyiyah As-Sindiy ‘ala Sunan Ibn Majah, 1: 431.
[7] Lihat:
[8]
Lifestyle
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.