Tujuan kedua: Mendapatkan keberuntungan besar berupa rida Allah dan selamat dari neraka
Di antara tujuan haji adalah mendapatkan keberuntungan besar berupa keridaan Allah, selamat dari api neraka, dan juga mendapatkan ampunan serta rahmat-Nya. Banyak dalil yang menunjukkan tentang hal ini. Di antaranya adalah sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,
مَنْ حَجَّ لِلَّهِ فَلَمْ يَرْفُثْ وَلَمْ يَفْسُقْ رَجَعَ كَيَوْمِ وَلَدَتْهُ أُمُّهُ
“Siapa saja yang berhaji kepada Allah, lalu tidak melakukan rafats dan tidak berbuat kefasikan, maka dia pulang ke negerinya sebagaimana ketika dilahirkan oleh ibunya.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Dan haji mabrur, tidak ada balasan yang pantas baginya selain surga.” (HR. Bukhari dan Muslim)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
أَمَّا عَلِمْتَ أَنَّ الْإِسْلَامَ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ، وَأَنَّ الْهِجْرَةَ تَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهَا، وَأَنَّ الْحَجَّ يَهْدِمُ مَا كَانَ قَبْلَهُ
“Apakah kamu tahu bahwa Islam itu menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu? Dan bahwasanya hijrah juga menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu? Serta haji juga menghapuskan dosa-dosa yang telah lalu?” (HR. Muslim no. 121)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga bersabda,
تَابِعُوا بَيْنَ الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ فَإِنَّهُمَا يَنْفِيَانِ الْفَقْرَ وَالذُّنُوبَ كَمَا يَنْفِى الْكِيرُ خَبَثَ الْحَدِيدِ وَالذَّهَبِ وَالْفِضَّةِ وَلَيْسَ لِلْحَجَّةِ الْمَبْرُورَةِ ثَوَابٌ إِلاَّ الْجَنَّةُ
“Ikutkanlah umrah kepada haji, karena keduanya menghilangkan kemiskinan dan dosa-dosa sebagaimana pembakaran menghilangkan karat pada besi, emas, dan perak. Dan tidak ada pahala bagi haji yang mabrur, kecuali surga.” (HR. An-Nasa’i no. 2631 dan Tirmidzi no. 810, hasan)
Keberuntungan dengan mendapat keridaan Allah merupakan nikmat yang sangat agung dan mulia. Allah Ta’ala berfriman,
وَٱلْمُؤْمِنُونَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتُ بَعْضُهُمْ أَوْلِيَآءُ بَعْضٍ ۚ يَأْمُرُونَ بِٱلْمَعْرُوفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ ٱلْمُنكَرِ وَيُقِيمُونَ ٱلصَّلَوٰةَ وَيُؤْتُونَ ٱلزَّكَوٰةَ وَيُطِيعُونَ ٱللَّهَ وَرَسُولَهُۥٓ ۚ أُو۟لَٰٓئِكَ سَيَرْحَمُهُمُ ٱللَّهُ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ عَزِيزٌ حَكِيمٌ وَعَدَ ٱللَّهُ ٱلْمُؤْمِنِينَ وَٱلْمُؤْمِنَٰتِ جَنَّٰتٍ تَجْرِى مِن تَحْتِهَا ٱلْأَنْهَٰرُ خَٰلِدِينَ فِيهَا وَمَسَٰكِنَ طَيِّبَةً فِى جَنَّٰتِ عَدْنٍ ۚ وَرِضْوَٰنٌ مِّنَ ٱللَّهِ أَكْبَرُ ۚ ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ
“Dan orang-orang yang beriman, lelaki dan perempuan, sebagian mereka (adalah) menjadi penolong bagi sebagian yang lain. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah dari yang munkar, mendirikan salat, menunaikan zakat, dan mereka taat pada Allah dan Rasul-Nya. Mereka itu akan diberi rahmat oleh Allah; sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Allah menjanjikan kepada orang-orang mukmin, lelaki dan perempuan, (akan mendapat) surga yang di bawahnya mengalir sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya, dan (mendapat) tempat-tempat yang bagus di surga ‘Adn. Dan keridaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS. At-Taubah: 71-72)
Allah menyebutkan pertama kali amal-amal mereka berupa ketaatan kepada Allah dan rasul-Nya, menunaikan kewajiban dalam Islam, kemudian Allah menyebutkan apa yang Allah janjikan untuk mereka. Dimulai dengan penyebutan bahwa Allah menjanjikan kepada mereka surga yang mengalir di bawahnya sungai-sungai, kemudian disebutkan tempat tinggal yang agung dan kamar yang tinggi yang Allah sediakan untuk mereka sebagai tempat hunian mereka di surga; kemudian kemuliaan yang agung dan nikmat yang besar, yaitu keberuntungan dengan mendapatkan keridaan-Nya. Allah berfiriman, (وَرِضْوَٰنٌ مِّنَ ٱللَّهِ أَكْبَرُ) (Dan keridaan Allah adalah lebih besar); kemudian Allah tutup ayat ini dengan menyebutkan, (ذَٰلِكَ هُوَ ٱلْفَوْزُ ٱلْعَظِيمُ) (Itu adalah keberuntungan yang besar).
Dalam firman Allah (وَرِضْوَٰنٌ مِّنَ ٱللَّهِ أَكْبَرُ) terdapat penjelasan tentang keagungan dan kemuliaan keridaan Allah, dan bahwasanya hal ini merupakan nikmat yang paling besar dari seluruh nikmat dan pemberian yang paling mulia. Keridaan Allah adalah sifat di antara sifat-sifat Allah, sementara surga dan seluruh nikmat serta anugerah yang ada di dalamnya adalah makhluk di antara makhluk-makhluk ciptaan Allah. Dengan demikian, keridaan Allah lebih besar dari seluruh kenikmatan, lebih besar dari surga dan seluruh kenikmatan yang ada di dalamnya, karena ia merupakan anugerah yang terbesar dan nikmat yang paling agung.
Hal ini lebih diperjelas lagi dalam sebuah hadis, Nabi shallallhu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إنَّ اللَّهَ تَبارَكَ وتَعالَى يقولُ لأهْلِ الجَنَّةِ: يا أهْلَ الجَنَّةِ، فيَقولونَ: لَبَّيْكَ رَبَّنا وسَعْدَيْكَ، فيَقولُ: هلْ رَضِيتُمْ؟ فيَقولونَ: وما لنا لا نَرْضَى وقدْ أعْطَيْتَنا ما لَمْ تُعْطِ أحَدًا مِن خَلْقِكَ؟ فيَقولُ: أنا أُعْطِيكُمْ أفْضَلَ مِن ذلكَ، قالوا: يا رَبِّ، وأَيُّ شَيءٍ أفْضَلُ مِن ذلكَ؟ فيَقولُ: أُحِلُّ علَيْكُم رِضْوانِي، فلا أسْخَطُ علَيْكُم بَعْدَهُ أبَدًا
“Sesungguhnya Allah Tabaraka wa Ta’ala berfirman kepada penduduk surga, “Wahai penduduk surga.” Maka mereka menjawab, “Aku penuhi panggilan-Mu wahai Tuhan kami dengan perasaan bahagia.” Maka Allah berfirman, “Apakah kalian merasa puas?” Maka mereka menjawab, “Bagaimana kami tidak puas, padahal Engkau sungguh telah memberikan kepada kami sesuatu yang tidak pernah Engkau berikan kepada seorang pun dari makhluk-Mu.” Maka Allah berfirman, “Aku berikan kepadamu sekalian yang lebih utama dari itu (surga).” Mereka berkata, “Wahai Tuhanku, adakah sesuatu yang lebih utama dari itu?” Maka Allah berfirman, “Aku limpahkan kepadamu sekalian keridaan-Ku, maka Aku tidak akan memurkaimu sesudah itu untuk selama-lamanya..“ (HR. Bukhari dan Muslim)
Al-Hakim juga meriwayatkan dalam Mustadrak-nya dengan sanad yang shahih dari Jabir bin ‘Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إذا دخل أهل الجنة الجنة، قال الله تعالى: تشتهون شيئا فأزيدكم؟ قالوا: يا ربنا، و ما خير مما أعطيتنا! قال: رضواني أكبر
“Jika penduduk surga sudah masuk surga, Allah Ta’ala berfirman, “Apakah kamu menginginkan sesuatu yang dapat Aku tambahkan kepadamu?” Mereka bertanya, “Wahai Tuhan kami, apakah yang lebih baik dari apa yang telah Engkau berikan kepada kami?” Allah berkata, “Keridaan-Ku lebih besar.“ (HR. Al-Hakim, 1: 146)
Maksudnya, keridaan Allah lebih besar dari surga dan seluruh isinya.
Maka hendakanya setiap muslim menjadikan tujuan ibadah haji yang agung ini berada di depan matanya dan menghadirkan di dalam hatinya. Dia berusaha dalam menunaikan hajinya ke baitullah untuk mendapat rida Allah dan ampunan serta pembebasan dari neraka. Hendaknya dia juga bersemangat menghadirkan di benaknya dalam setiap waktu dan kondisi, baik saat haji maupun di kesempatan lain. Karena sesungguhnya makna ayat ini, apabila terpatri di dalam hati seorang hamba, maka niscaya keadaannya akan berubah menjadi baik dan seluruh urusannya akan baik pula.
Tujuan ketiga: Merealisasikan takwa kepada Allah
Di antara tujuan ibadah haji adalah merealisasikan takwa kepada Allah. Dalam banyak ayat, Allah menjelasakan tentang wasiat takwa, karena dalam ibadah haji akan terwujud sebab-sebak takwa yang tidak ada pada ibadah yang lainnya, tentu dengan menyadari secara benar hakikat haji dan maknanya. Allah mengulang berkali-kali tentang takwa kepada Allah dalam konteks ayat-ayat haji di surah Al-Baqarah. Allah berfriman,
وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُواْ أَنَّ اللّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Dan bertakwalah kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah sangat keras siksaan-Nya.“ (QS. Al-Baqarah: 196)
Allah Ta’ala juga berfirman,
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.“ (QS. Al-Baqarah: 197)
Allah Ta’ala menutup ayat haji dalam surah Al-Baqarah dengan firman-Nya,
وَاتَّقُواْ اللّهَ وَاعْلَمُوا أَنَّكُمْ إِلَيْهِ تُحْشَرُونَ
“Dan bertakwalah kepada Allah, dan ketahuilah, bahwa kamu akan dikumpulkan kepada-Nya.“ (QS. Al-Baqarah: 203)
Allah berfirman dalam surah Al-Hajj,
ذَلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ
“Demikianlah (perintah Allah). Dan barangsiapa mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu timbul dari ketakwaan di dalam hati.“ (QS. Al-Hajj: 32)
Allah juga berfirman,
إِنَّ اللَّهَ يُدَافِعُ عَنِ الَّذِينَ آمَنُوا إِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ كُلَّ خَوَّانٍ كَفُورٍ
“Sesungguhnya Allah membela orang-orang yang telah beriman. Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat.“ (QS. Al-Hajj: 38)
Takwa merupakan wasiat yang agung dan sebaik baik bekal untuk hari akhirat. Takwa adalah wasiat Allah untuk seluruh makhluk sejak awal sampai akhir, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman,
وَاتَّقُواْ النَّارَ الَّتِي أُعِدَّتْ لِلْكَافِرِينَ
“Dan peliharalah dirimu dari api neraka, yang disediakan untuk orang-orang yang kafir.“ (QS. An-Nisa’: 131)
Takwa merupakan wasiat Nabi yang mulia shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk umatnya. Apabila beliau mengirim pemimpin pasukan perang, maka beliau mengkhususkan untuk mewasiatkan takwa untuknya dan seluruh kaum muslimin yang berperang. Takwa juga merupakan nasihat yang paling banyak beliau sampaikan saat berkhotbah. Tatkala beliau berkhotbah di hadapan manusia di haji wada’ pada yaumun nahr, beliau mewasiatkan seluruh manusia untuk bertakwa. Para salafus shalih juga senantiasa saling menasihati dengan takwa. Hal ini karena takwa merupakan sebaik-baik bekal untuk mendapat keridaan Allah.
Tatkala ada seorang yang berkata kepada ‘Umar bin al-Khaththab radhiyallahu ‘anhu, “Bertakwalah kepada Allah.” Maka ‘Umar pun menjawab dengan ucapan, “Tidak ada kebaikan bagimu jika engkau tidak mengucapkannya; dan tidak ada kebaikan bagi kami jika tidak menerimanya.“ Nukilan dari para salaf tentang masalah takwa ini sangatlah banyak.
Betapa indahnya apabila jemaah haji kembali dari hajinya dengan membawa bekal yang agung dan berkah ini, karena wasiat Allah tentang takwa senantiasa berulang dalam ayat-ayat haji. Allah menyeru orang yang berakal untuk bertakwa, ini menunjukkan bahwa selayaknya bagi orang yang berakal -yang Allah telah memulikan mereka bisa melaksanakan ibadah haji-, untuk menjadikan takwa sebagai tujuan paling besar dalam ibadah haji mereka dan menundukkan akal mereka dalam menunaikan rangkaian ibadah agar mendapat faidah takwa darinya. Haji adalah madrasah agung untuk takwa dan merupakan persiapan terbesar yang dibutuhkan untuk meraih takwa, karena dalam amalan-amalan haji terdapat olah jiwa dan ujian bagi jiwa untuk menetapi ketaatan kepada Allah dan kembali untuk ibadah kepada-Nya.
[Bersambung]
Kembali ke bagian 1
***
Penulis: Adika Mianoki
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Maqashidul Hajj, karya Syekh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin al-Badr hafizhahullah.
Lifestyle
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.