Tujuan keenam: Memenuhi panggilan Allah
Di antara tujuan ibadah haji yang agung ini adalah dalam rangka memenuhi panggilan Allah dan menunaikan perintah-Nya, taat kepada-Nya, dan tunduk terhadap syariat-Nya. Ini adalah tujuan agung yang sangat penting dan mulia di antara tujuan-tujuan ibadah haji yang harus diperhatikan. Tujuan ini terdapat dalam beragam rangkaian ibadah haji. Di antara yang paling penting adalah ketika talbiyah, yang senantiasa diulang oleh jemaah haji puluhan kali, bahkan ratusan kali sesuai dengan semangat jemaah haji dalam bertalbiyah. Talbiyah merupakan kalimat jawaban dalam memenuhi pangggilan dan melaksanakan perintah Allah. Dalam setiap ucapan talbiyah, diulang kalimat (لَبَّيْكَ) sebanyak empat kali yang merupakan kalimat jawaban dalam memenuhi panggilan. Maksud kalimat ini adalah aku memenuhi panggilan-Mu, Ya Allah, menaati perintah-Mu, tunduk terhadap syariat-Mu. Aku memenuhi seruan-Mu untuk berhaji di rumah-Mu, maka aku katakan, (لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ).
Allah Ta’ala berfirman,
وَأَذِّن فِي النَّاسِ بِالْحَجِّ يَأْتُوكَ رِجَالاً وَعَلَى كُلِّ ضَامِرٍ يَأْتِينَ مِن كُلِّ فَجٍّ عَمِيقٍ
“Dan berserulah kepada manusia untuk mengerjakan haji, niscaya mereka akan datang kepadamu dengan berjalan kaki, dan mengendarai unta yang kurus yang datang dari segenap penjuru yang jauh.“ (QS. Al-Hajj: 27)
Datangnya jawaban panggilan dari orang-orang yang beriman terhadap seruan Ar-Rahman ditandai dengan ucapan mereka, (لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ). Maksudnya, kami memenuhi pangggilan-Mu, Ya Allah; kami menaati perintah-Mu; dan kami tunduk terhadap panggilan-Mu. Diulangnya kalimat (لَبَّيْكَ) dalam bacaan talbiyah menunjukkan kesungguhan dalam memenuhi panggilan. Ucapanmu, (لَبَّيْكَ اللَّهُمَّ لَبَّيْكَ), maksudnya kesungguhan dalam memenuhi panggilan, keseriusan dalam ketundukan, dan penekanan dalam melaksanakan perintah.
Disyariatkan bagi orang yang bertalbiyah untuk mengeraskan suara saat bertalbiyah, sebagaimana disebutkan dalam hadis,
جاءَني جبريلُ فقالَ يا محمَّدُ مُر أصحابَكَ فليَرفَعوا أصواتَهُم بالتَّلبيةِ فإنَّها مِن شعارِ الحجِّ
“Jibril datang kepadaku, dan berkata, “Wahai Muhammad, perintahkan sahabatmu dan hendaknya mereka mengeraskan suara mereka saat bertalbiyah, karena sesungguhnya itu merupakan bagian dari syiar ibadah haji.“ (HR. Ahmad no. 21678)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah ditanya, “Apa itu haji?” Maka beliau menjawab,
العج والثج
“Bertalbiyah dengan suara keras dan menyembelih hadyu.” (HR. Ibnu Majah no. 2896)
Mengeraskan suara saat bertalbiyah mengandung makna yang mulia dan dampak yang besar bagi seorang hamba dalam mewujudkan memenuhi panggilan dan menaati perintah Allah. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ما مِن مسلمٍ يُلَبِّي إلا لَبَّى مَن عن يمينهِ أو عنْ شِمالِهِ مِن حَجَرٍ أو شجَرٍ أو مَدَرٍ، حتَّى تَنْقَطِعَ الأرضُ مِن ها هنا وها هنا
“Tidaklah seorang muslim bertalbiyah, melainkan bertalbiyah pula yang ada di sisi kanan dan kiri berupa batu, pohon, sampai batas bumi dari sini hingga sini (barat dan timur).” (HR. Tirmidzi dalam Kitab Jaami’ no. 828)
Ketika seseorang bertalbiyah dan mengeraskan suara, maka sesungguhnya pohon, batu, gunung yang berada di sisi kanan dan kiri pun akan ikut bertalbiyah. Meskipun kita tidak mendengar suara talbiyah pohon, batu, dan gunung, namun kita yakin terhadap kebenaran hal tersebut karena yang menginformasikan kepada kita adalah orang yang sangat jujur dan dipercaya, yang tidak berkata dari hawa nafsunya. Yang memperkuat hal ini adalah firman Allah di dalam Al-Qur’an,
يسَبِّحُ لَهُ السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ وَالأَرْضُ وَمَن فِيهِنَّ وَإِن مِّن شَيْءٍ إِلاَّ يُسَبِّحُ بِحَمْدَهِ وَلَـكِن لاَّ تَفْقَهُونَ تَسْبِيحَهُمْ إِنَّهُ كَانَ حَلِيماً غَفُوراً
“Langit yang tujuh, bumi dan semua yang ada di dalamnya bertasbih kepada Allah. Dan tak ada sesuatu pun, melainkan bertasbih dengan memuji-Nya, tetapi kamu sekalian tidak mengerti tasbih mereka. Sesungguhnya Dia adalah Maha Penyantun lagi Maha Pengampun.“ (QS. Al-Isra’: 44)
يَا جِبَالُ أَوِّبِي مَعَهُ وَالطَّيْرَ وَأَلَنَّا لَهُ الْحَدِيدَ
“Hai gunung-gunung dan burung-burung, bertasbihlah berulang-ulang bersama Daud, dan Kami telah melunakkan besi untuknya.“ (QS. Saba’: 10)
Talbiyah ini senantiasa diulang berkali-kali dari lisan orang yang berhaji. Pengulangan tersebut bukanlah sesuatu yang tanpa makna, atau penyebutan yang tidak ada faidahnya, sama sekali tidak. Bahkan sebenarnya pengulangan ini agar semakin menancap dalam hati para jemaah haji untuk senantiasa menjawab panggilan Allah dan menunaikan perintah-Nya. Tidak hanya ketika di kota Makkah dan perpindahan saat menunaikan rangkaian manasik haji, akan tetapi hal ini harus ada dalam setiap kehidupan orang yang berhaji.
Wahai orang yang Allah panggil untuk berhaji, jawablah panggilan tersebut, dan engkau datang ke Baitullah mengharap rahmat-Nya dan takut terhadap siksa-Nya. Lalu, bagaimana sikapmu dengan perintah-perintah yang lain? Bagaimana sikapmu terhadap salat yang merupakan tiang agama dan rukun Islam terbesar setelah syahadat? Bagaimana dengan puasamu? Bagaimana pula dengan penunaian zakatmu? Bagaimana engkau menjauhi larangan dan meninggalkan kemaksiatan? Jika engkau melaksanakannya, maka pujilah Allah dan mintalah tambahan kepada-Nya. Namun apabila engkau meremehkan dan menyepelekannya, maka hisablah dirimu sebelum engkau dihisab pada hari kiamat nanti.
Engkau dipanggil untuk salat, sementara dia lebih penting dan lebih agung daripada haji. Engkau diseru untuk puasa, sementara dia lebih penting dan lebih agung daripada haji. Dan engkau pun juga dipanggil untuk melaksanakan kewajiban-kewajiban lainnya. Engkau dipanggil pula untuk menjauhi keharaman. Maka bagaimana sebenarnya keadaanmu, wahai orang yang bertalbiyah? Apakah layak seorang muslim mengeraskan suaranya ketika bertalbiyah, namun kemudian apabila dipanggil untuk salat, dia tidak memenuhi panggilan salat?! Jika dipanggil untuk berpuasa, dia tidak memenuhi perintah-Nya?! Jika diseru untuk menjauhi keharaman, dia tidak mau memenuhinya?!
Oleh karena itu, hendaknya kita menyadari bahwasanya talbiyah dan amal-amal haji harus benar-benar menancap di dalam hati-hati kita, yaitu jawaban untuk memenuhi panggilan Allah dan menunaikan perintah-Nya. Betapa banyak manusia yang Allah muliakan mereka untuk bisa mengambil faidah dalam hajinya, hingga mereka kembali ke negerinya dalam keadaan baik dan harapan yang bagus. Dia bisa menjaga perintah-perintah Allah dan menjauhi larangan serta mewujudkan takwa kepada Allah. Oleh karena itu, di akhir penghujung ayat haji, Allah Ta’ala berfirman,
وَتَزَوَّدُواْ فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوَى وَاتَّقُونِ يَا أُوْلِي الأَلْبَابِ
“Berbekallah, dan sesungguhnya sebaik-baik bekal adalah takwa. Dan bertakwalah kepada-Ku, wahai orang-orang yang berakal.“ (QS. Al-Baqarah: 197)
[Bersambung]
Kembali ke bagian 3 Lanjut ke bagian 5
***
Penulis: Adika Mianoki
Artikel Muslim.or.id
Referensi:
Maqashidul Hajj, karya Syekh Prof. Dr. ‘Abdurrazzaq bin ‘Abdil Muhsin al-Badr hafizhahullah.
Lifestyle
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.