Dalam perjalanan hidup, setiap manusia pasti pernah merasakan yang namanya gagal: gagal mencapai cita-cita, gagal dalam berusaha, atau gagal mewujudkan harapan yang telah lama diperjuangkan. Kegagalan sering kali membuat hati goyah, semangat menurun, bahkan tidak jarang menimbulkan perasaan putus asa. Padahal, di balik setiap kegagalan tersimpan pelajaran berharga dan rahmat Allah yang tersembunyi.
Islam tidak pernah mengajarkan umatnya untuk menyerah pada keadaan. Justru, syariat memandang kegagalan sebagai bagian dari proses menuju keberhasilan dan peningkatan iman. Melalui ujian dan kesulitan, Allah ingin menumbuhkan dalam diri hamba-Nya sifat sabar, tawakal, dan pengharapan hanya kepada-Nya. Allah Ta’ala berfirman,
وَبَشِّرِ الصَّابِرِينَ الَّذِينَ إِذَا أَصَابَتْهُم مُّصِيبَةٌ قَالُوا إِنَّا لِلَّهِ وَإِنَّا إِلَيْهِ رَاجِعُونَ
“Dan sampaikanlah kabar gembira kepada orang-orang yang sabar, (yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata, ‘Sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nya kami akan kembali.’” (QS. Al-Baqarah: 155–156)
Karena itu, kegagalan bukanlah akhir segalanya, melainkan pintu untuk semakin mendekat kepada Allah. Ia adalah cermin yang mengajarkan kita untuk introspeksi, memperbaiki niat, serta memperkuat doa dan tawakal.
Berikut ini adalah beberapa nasihat dan kiat-kiat yang ditawarkan oleh syariat untuk menguatkan diri kita tatkala ujian dan kegagalan itu terus datang bertubi-tubi kepada kita.
Pertama: Kembali kepada Allah dan adukan segala permasalahan hanya kepada-Nya
Allah, Dialah Dzat yang Maha Pengampun, lagi Maha Memberi Kemudahan bagi siapa saja yang Ia kehendaki. Oleh karenanya, mintalah ampun serta mohonlah pertolongan kepada Allah dengan penuh kejujuran, dan berharap kepada-Nya untuk menyelesaikan segala hajat kita, terutama di sepertiga malam terakhir. Dalam sebuah hadis qudsi disebutkan,
يَنْزِلُ رَبُّنا تَبارَكَ وتَعالَى كُلَّ لَيْلةٍ إلى السَّماءِ الدُّنْيا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ، يقولُ: مَن يَدْعُونِي، فأسْتَجِيبَ له؟ مَن يَسْأَلُنِي فأُعْطِيَهُ؟ مَن يَستَغْفِرُني فأغْفِرَ له؟
“Tuhan kita, Tabaraka wa Ta’ala, turun ke langit dunia setiap malam ketika tersisa sepertiga malam terakhir, lalu Dia berfirman, ‘Siapa saja yang berdoa kepada-Ku, akan Aku kabulkan. Siapa saja yang meminta kepada-Ku, akan Aku berikan. Siapa saja yang memohon ampun kepada-Ku, akan Aku ampuni.” (HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758)
Hal ini sebagaimana keteladanan dari Nabi Ya’qub ‘alaihissalam, tatkala ia mendapatkan ujian kehilangan anaknya, Nabi Yusuf ‘alaihissalam. Allah berfirman tentangnya,
قال إِنَّمَا أَشْكُو بَثِّي وَحُزْنِي إِلَى اللّهِ وَأَعْلَمُ مِنَ اللّهِ مَا لاَ تَعْلَمُونَ
“Sesungguhnya hanya kepada Allah aku mengadukan kesusahan dan kesedihanku, dan aku mengetahui dari Allah yang tidak kalian ketahui.” (QS. Yusuf: 86)
Kemudian, Allah menghilangkan kesedihannya dan mengembalikan putranya kepadanya.
Ibnul Qayyim rahimahullah berkata, “Jika setiap kebaikan asalnya adalah taufik, dan taufik itu di tangan Allah, bukan di tangan hamba, maka kuncinya adalah doa, ketergantungan, kejujuran dalam memohon, serta kerinduan dan ketakutan kepada-Nya. Kapan pun seorang hamba diberi kunci ini, berarti Allah berkehendak untuk membukakan pintu baginya. Dan kapan pun hamba itu tersesat dari kunci itu, pintu kebaikan akan tetap tertutup baginya.” (Al-Fawaid, hal. 97)
Kedua: Intropeksi diri
Keberhasilan dan kegagalan pasti memiliki sebab, maka hendaknya kita melihat kembali apa yang telah kita lalui, adakah yang perlu kita benahi dan kita perbaiki?
Karena sejatinya Allah tidak akan mengubah keadaan kita, kecuali jika kita juga berusaha mengubah diri kita sendiri. Allah Ta’ala berfirman,
إِنَّ ٱللَّهَ لَا یُغَیِّرُ مَا بِقَوۡمٍ حَتَّىٰ یُغَیِّرُوا۟ مَا بِأَنفُسِهِمۡۗ وَإِذَاۤ أَرَادَ ٱللَّهُ بِقَوۡمࣲ سُوۤءࣰا فَلَا مَرَدَّ لَهُۥۚ
“Sesungguhnya Allah tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya.” (QS. Ar-Ra’d: 11)
Allah Ta’ala berfirman,
وَمَاۤ أَصَـٰبَكُم مِّن مُّصِیبَةࣲ فَبِمَا كَسَبَتۡ أَیۡدِیكُمۡ وَیَعۡفُوا۟ عَن كَثِیرࣲ
“Dan musibah apa pun yang menimpa kamu. maka karena perbuatan tangan kamu sendiri, dan Allah memaafkan banyak (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy-Syura: 30)
Ketiga: Perbanyak doa
Di antara doa yang diajarkan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam untuk dibaca di waktu pagi dan sore adalah,
اللَّهُمَّ إنِّي أعوذُ بكَ منَ الهَمِّ والحَزَنِ، وأعوذُ بكَ منَ العَجزِ والكَسَلِ، وأعوذُ بكَ منَ الجُبنِ والبُخلِ، وأعوذُ بكَ من غَلَبةِ الدَّيْنِ وقَهرِ الرجالِ
“Allaahumma innii a’uudzu bika minal hammi wal hazani wa a’uudzu bika minal ‘ajzi wal kasali, wa a’uudzu bika minal jubni wal bukhli wa a’uudzu bika min ghalabatid daini wa qahrir rijaal.”
“Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesedihan dan kegelisahan, dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan penindasan orang lain.”
Hal ini sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Sa’id Al-Khudri radhiyallahu ‘anhu, ia berkata, “Suatu hari, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam masuk ke masjid, dan di sana ada seorang Anshar yang bernama Abu Umamah. Beliau bertanya, ‘Wahai Abu Umamah, mengapa aku melihatmu duduk di masjid di luar waktu salat?’ Abu Umamah menjawab, ‘Karena kesedihan dan utang yang membelengguku, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda, ‘Maukah aku ajarkan kepadamu sebuah ucapan yang jika kamu mengucapkannya, Allah akan menghilangkan kesedihanmu dan melunaskan utangmu?’ Abu Umamah menjawab, ‘Tentu, wahai Rasulullah.’ Beliau bersabda,
قل إذا أصبحت وإذا أمسيت: اللَّهُمَّ إنِّي أعوذُ بك منَ الهَمِّ والحَزَنِ، وأعوذُ بكَ منَ العَجز والكَسَلِ، وأعوذُ بكَ منَ الجُبنِ والبُخلِ، وأعوذُ بكَ من غَلَبةِ الدَّيْنِ وقَهرِ الرجالِ
‘Ucapkanlah di pagi dan sore hari, ‘Ya Allah, sesungguhnya aku berlindung kepada-Mu dari kesedihan dan kegelisahan, dan aku berlindung kepada-Mu dari kelemahan dan kemalasan, dan aku berlindung kepada-Mu dari sifat pengecut dan kikir, dan aku berlindung kepada-Mu dari lilitan utang dan penindasan orang lain.”
Abu Umamah berkata, ‘Aku pun melakukannya, dan Allah menghilangkan kesedihanku serta melunaskan utangku.’” (HR. Abu Dawud no. 1555)
Keempat: Bersabar menunggu jawaban dan solusi dari Allah Ta’ala
Di antara penyebab kegagalan terus-menerus adalah tergesa-gesa mengambil keputusan ataupun tergesa-gesa ingin agar doanya dikabulkan oleh Allah Ta’ala. Ini adalah salah satu musibah terbesar yang menimpa orang yang berdoa namun tergesa-gesa di dalamnya, hal ini akan berakibat pada kebosanan, frustrasi, dan keputusasaan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam telah memperingatkan hal ini dengan sabdanya,
يُسْتَجابُ لأحَدِكُمْ ما لَمْ يَعْجَلْ، يقولُ: دَعَوْتُ فَلَمْ يُسْتَجَبْ لِي
“Akan dikabulkan doa salah seorang di antara kalian selama ia tidak tergesa-gesa, ia berkata, ‘Aku telah berdoa, tetapi tidak dikabulkan.” (HR. Bukhari no. 6340 dan Muslim no. 2735)
Kelima: Berprasangkalah baik kepada Allah Ta’ala
Merendahlah di hadapan-Nya dan berprasangka baiklah kepada-Nya, karena Allah selalu bersama hamba-Nya yang mendekat kepada-Nya. Sebagaimana hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam,
أنا عِنْدَ ظَنِّ عَبْدِي بي، وأنا معهُ إذا ذَكَرَنِي، فإنْ ذَكَرَنِي في نَفْسِهِ ذَكَرْتُهُ في نَفْسِي، وإنْ ذَكَرَنِي في مَلَإٍ ذَكَرْتُهُ في مَلَإٍ خَيْرٍ منهمْ، وإنْ تَقَرَّبَ إلَيَّ بشِبْرٍ تَقَرَّبْتُ إلَيْهِ ذِراعًا، وإنْ تَقَرَّبَ إلَيَّ ذِراعًا تَقَرَّبْتُ إلَيْهِ باعًا، وإنْ أتانِي يَمْشِي أتَيْتُهُ هَرْوَلَةً
“Aku sesuai dengan prasangka hamba-Ku terhadap-Ku, dan Aku bersamanya jika dia mengingat-Ku. Jika dia mengingat-Ku dalam dirinya, Aku akan mengingatnya dalam diri-Ku. Jika dia mengingat-Ku di hadapan sekelompok orang, Aku akan mengingatnya di hadapan sekelompok yang lebih baik dari mereka. Jika dia mendekati-Ku sejengkal, Aku akan mendekatinya sehasta. Jika dia mendekati-Ku sehasta, Aku akan mendekatinya sedepa. Jika dia datang kepada-Ku dengan berjalan, Aku akan mendatanginya dengan berlari.” (HR. Bukhari no. 7405 dan Muslim no. 2675)
Yakinkanlah bahwa Allah Ta’ala tidak akan menetapkan sesuatu kecuali demi kebaikan hamba-Nya yang beriman, baik hamba tersebut mengetahuinya maupun tidak.
Seorang mukmin harus yakin bahwa apa yang Allah takdirkan baginya adalah yang terbaik baginya, baik untuk urusan di dunia maupun di akhirat. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
ما يُصِيبُ المُسْلِمَ، مِن نَصَبٍ ولَا وصَبٍ، ولَا هَمٍّ ولَا حُزْنٍ ولَا أذًى ولَا غَمٍّ، حتَّى الشَّوْكَةِ يُشَاكُهَا، إلَّا كَفَّرَ اللَّهُ بهَا مِن خَطَايَاهُ
“Tidaklah seorang muslim ditimpa kelelahan, sakit, kegelisahan, kesedihan, gangguan, bahkan duri yang menusuknya, melainkan dengannya Allah akan mengampuni kesalahannya.” (HR. Bukhari no. 5642 dan Muslim no. 2573)
Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam juga bersabda,
عَجَبًا لأَمْرِ المُؤْمِنِ، إنَّ أمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ، وليسَ ذاكَ لأَحَدٍ إلَّا لِلْمُؤْمِنِ، إنْ أصابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ، فَكانَ خَيْرًا له، وإنْ أصابَتْهُ ضَرَّاءُ، صَبَرَ فَكانَ خَيْرًا له.
“Sungguh menakjubkan urusan orang mukmin, karena seluruh urusannya adalah baik baginya. Dan itu tidaklah didapatkan kecuali oleh orang mukmin. Jika ia mendapatkan kebahagiaan, ia bersyukur, maka itu baik baginya. Dan jika ia ditimpa kesusahan, ia bersabar, maka itu baik baginya.” (HR. Muslim no. 2999)
Keenam: Mendekatkan diri kepada Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah obat atau penawar bagi jiwa dan hati dan sumber ketenangan serta kebahagiaan hidup. Maka perbanyaklah membaca Al-Qur’an. Allah Ta’ala berfirman,
وَنَزَّلۡنَا عَلَیۡكَ ٱلۡكِتَـٰبَ تِبۡیَـٰنࣰا لِّكُلِّ شَیۡءࣲ وَهُدࣰى وَرَحۡمَةࣰ وَبُشۡرَىٰ لِلۡمُسۡلِمِینَ
“Dan Kami turunkan dari Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang mukmin.” (QS. An-Nahl: 89)
Penutup
Orang yang beriman memahami bahwa setiap kesulitan adalah ladang pahala dan setiap air mata yang jatuh karena perjuangan akan berbuah ketenangan di kemudian hari. Sebagaimana firman Allah Ta’ala (yang artinya), “Karena sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya bersama kesulitan itu ada kemudahan.” (QS. Al-Insyirah: 5–6)
Ayat ini menjadi pengingat bahwa tidak ada kesulitan yang abadi; setiap ujian pasti disertai jalan keluar bagi mereka yang bersabar dan tetap berprasangka baik kepada Allah. Rasulullah ﷺ juga menegaskan dalam sabdanya,
احْرِصْ عَلَى مَا يَنْفَعُكَ، وَاسْتَعِنْ بِاللَّهِ، وَلَا تَعْجِزْ
“Bersemangatlah terhadap apa yang bermanfaat bagimu, mintalah pertolongan kepada Allah, dan jangan lemah.” (HR. Muslim no. 2664)
Maka, ketika kegagalan datang bertubi-tubi, janganlah berputus asa. Jadikan ia guru yang membentuk kesabaran dan keteguhan hati. Jangan biarkan rasa kecewa menjauhkanmu dari Allah, karena justru di saat lemah itulah kita paling dekat dengan rahmat-Nya. Yakinlah, di balik setiap air mata dan perjuangan yang tampak sia-sia, Allah sedang menulis skenario terbaik untuk hidupmu, skenario yang mungkin belum terlihat hari ini, namun akan indah pada waktunya.
Semoga Allah Subhānahu wa Ta‘ālā meneguhkan hati kita dalam kesabaran, menguatkan langkah dalam perjuangan, dan memberikan keberhasilan yang penuh berkah di dunia serta keselamatan di akhirat. Āmīn.
Baca juga: Kaum yang Gagal Mengejar Syafaat
***
Penulis: Muhammad Idris, Lc.
Artikel Muslim.or.id
News
Berita
News Flash
Blog
Technology
Sports
Sport
Football
Tips
Finance
Berita Terkini
Berita Terbaru
Berita Kekinian
News
Berita Terkini
Olahraga
Pasang Internet Myrepublic
Jasa Import China
Jasa Import Door to Door
Download Film
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.