Terdapat satu permasalahan yang seringkali ditanyakan terkait waktu penyembelihan hewan kurban. Ada salah seorang shahibul qurban yang sedang tinggal di Eropa, dan ingin berkurban di Indonesia. Perbedaan waktu antara keduanya adalah 5 jam, jika di Eropa jam 6 pagi, maka di Indonesia sudah jam 11 siang. Jika hewan kurban disembelih di Indonesia jam 8 pagi setelah salat Iduladha, itu masih jam 3 pagi di Eropa, sehingga shahibul qurban belum melaksanakan salat Iduladha. Apakah kurban tetap sah?
Terdapat pertanyaan yang ditujukan kepada Syekh Shalih Al-Munajjid,
“Setiap orang yang mewakilkan kepada temannya untuk menyembelihkan hewan kurban atas namanya —misalnya seekor kambing— kemudian dia (yang diwakilkan atau shahibul qurban, disebut “al-muwakkil”, pent.) bepergian ke negeri yang waktu Iduladhanya berbeda dengan negeri orang yang mewakilkan. Apakah orang tersebut (disebut “wakiil”) boleh menyembelih hewan kurban dari orang yang mewakilkan (al-muwakkil) pada hari Iduladha (di daerah asalnya), jika Iduladha di negeri orang yang mewakilkan lebih lambat satu hari?”
Jawaban beliau,
يجوز للمسلم أن يوكل غيره من المسلمين بأن ينوب عنه في ذبح الأضحية. وقد ثبت أن الأضحية لها وقت محدود لذبحها لا يخرج عنه. وإذا اختلفت المواقيت بين بلد الوكيل والموكل، فالعبرة في ذلك ببلد الوكيل
“Diperbolehkan bagi seorang muslim untuk mewakilkan orang lain dari kalangan muslim untuk menggantikan dirinya dalam menyembelih hewan kurban. Telah terbukti bahwa kurban memiliki waktu tertentu untuk disembelih dan tidak boleh keluar dari waktu tersebut. Jika terjadi perbedaan waktu antara negara wakiil dan negara orang yang mewakilkan (al-muwakkil), maka yang dijadikan acuan adalah waktu di negara wakiil.”
Fatwa tersebut dapat disimak di tautan ini.
Juga terdapat pertanyaan yang ditujukan kepada Syekh Dr. Nuh Ali Salman rahimahullah -mufti Yordania-,
“Apa hukum menyembelih hewan kurban di luar dari negeri tempat tinggal orang yang berkurban?”
Jawaban beliau rahimahullah,
“Segala puji bagi Allah, serta selawat dan salam atas junjungan kita, Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam.
Untuk menjawab pertanyaan ini, perlu dijelaskan beberapa hal berikut:
Pertama: Kurban hukumnya sunah bagi orang yang mampu, yaitu orang yang memiliki kelebihan harta untuk membeli hewan kurban setelah mencukupi kebutuhan dirinya dan keluarganya pada hari raya Iduladha dan tiga hari tasyrik, sesuai dengan kondisi sosial, kesehatan, dan hal-hal lain yang diperhitungkan di kalangan kaum muslimin. Dalam keadaan seperti ini, jika salah satu anggota keluarga berkurban, maka sudah dianggap mewakili seluruh keluarganya. Namun, pahala hanya diperoleh oleh orang yang berkurban, jika ia menyembelih satu ekor kambing. Berdasarkan hal ini, orang yang fakir tidak dibebani untuk berkurban.
Kedua: Seorang muslim boleh mewakilkan orang lain untuk menyembelih hewan kurbannya di negeri lain, selain tempat di mana dia tinggal. Akan tetapi, penyembelihan harus dilakukan dalam waktu yang telah ditetapkan secara syar’i, yaitu setelah salat Id sampai akhir hari-hari tasyrik (tanggal 11, 12, dan 13 Zulhijah). Patokan waktu yang digunakan adalah waktu di tempat penyembelihan, bukan di tempat tinggal orang yang mewakilkan.
Ketiga: Wajib memberikan sebagian daging kurban kepada fakir miskin. Disunahkan bagi orang yang berkurban untuk memakan sebagian darinya, dan boleh juga memberikan hadiah kepada siapa saja dari kalangan kaum muslimin. Semakin besar bagian yang diberikan kepada fakir miskin, semakin besar pula pahalanya. Umumnya, kaum muslimin membagi kurban menjadi tiga bagian: sepertiga untuk disedekahkan, sepertiga untuk dihadiahkan, dan sepertiga untuk dimakan sendiri. Tidak ada perbedaan dalam pembagian ini, baik dilakukan di negeri tempat tinggal orang yang berkurban maupun di negeri lain.
Keempat: Tidak boleh menjual bagian apa pun dari hewan kurban. Semuanya harus dibagikan sebagaimana telah dijelaskan, dan tukang jagal pun tidak boleh diberi upah dari bagian kurban, melainkan dari harta lain.
Kesimpulan, diperbolehkan menyembelih hewan kurban untuk seseorang di luar negeri tempat tinggalnya, asalkan memenuhi syarat-syarat syar’i yang telah disebutkan.”
Fatwa beliau dapat disimak di tautan ini.
Dari penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa yang menjadi patokan waktu adalah tempat hewan kurban tersebut disembelih, bukan daerah tinggal shahibul qurban. Sehingga apabila hewan kurban telah disembelih di daerah lain setelah salat Iduladha di daerah tersebut dilaksanakan, maka sah sebagai hewan kurban. Meskipun shahibul qurban belum menunaikan salat Iduladha karena dia tinggal di negeri dengan zona waktu lebih lambat dibandingkan tempat hewan kurbannya disembelih. Wallahu Ta’ala a’lam.
Baca juga: Pertanyaan-Pertanyaan Seputar Penyembelihan Hewan Kurban
***
@Unayzah, KSA; 1 Zulhijah 1446/ 28 Mei 2025
Penulis: M. Saifudin Hakim
Artikel Muslim.or.id
Lifestyle
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.