Ibadah haji adalah salah satu bentuk penghambaan yang paling agung dalam Islam. Ia merupakan rukun Islam yang kelima, dan hanya diwajibkan sekali seumur hidup bagi yang mampu. Haji mengandung banyak makna dan pelajaran: ketundukan kepada Allah, kesabaran, perjuangan, persaudaraan umat, dan kesetaraan di hadapan-Nya.
Allah Ta’ala berfirman,
وَلِلَّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِيلًا ۚ وَمَنْ كَفَرَ فَإِنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ عَنِ الْعَالَمِينَ
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu bagi orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barang siapa mengingkari (kewajiban haji), maka sesungguhnya Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari seluruh alam.” [1]
Haji adalah ibadah yang memiliki keutamaan sangat besar. Dalam hadis disebutkan,
الْعُمْرَةُ إِلَى الْعُمْرَةِ كَفَّارَةٌ لِمَا بَيْنَهُمَا، وَالْحَجُّ الْمَبْرُورُ لَيْسَ لَهُ جَزَاءٌ إِلَّا الْجَنَّةُ
“Umrah ke umrah berikutnya menjadi penghapus dosa di antara keduanya. Dan haji yang mabrur, tidak ada balasannya kecuali surga.” [2]
Setiap tahun, jutaan umat Islam dari berbagai penjuru dunia berduyun-duyun menuju Tanah Suci untuk menunaikan ibadah haji. Namun, di balik semangat tersebut, muncul pula berbagai tantangan dan pelanggaran yang menuntut perhatian, seperti haji tanpa izin resmi, yang justru dapat merusak tujuan syar’i dari ibadah ini.
Saat ini, pemerintah Kerajaan Arab Saudi sebagai penyelenggara utama haji telah mewajibkan setiap calon jemaah untuk mendapatkan tashrih resmi, yaitu surat izin haji. Ini bukan sekadar aturan administratif, melainkan langkah untuk menjaga keamanan, kenyamanan, dan keselamatan jutaan jemaah dari berbagai penjuru dunia. Sistem ini diberlakukan karena banyaknya jumlah pendaftar haji, sementara kapasitas Makkah, Mina, Arafah, dan Muzdalifah sangatlah terbatas.
Namun kenyataannya, masih banyak kaum muslimin yang menunaikan ibadah haji tanpa tashrih (izin atau visa resmi). Suatu fenomena yang memprihatinkan dan perlu mendapat perhatian serius. Mereka melanggar aturan yang telah ditetapkan oleh pemerintah Arab Saudi, demi keinginan kuat untuk berhaji meskipun tidak sesuai prosedur. Padahal, pelaksanaan haji tanpa izin resmi bisa membahayakan keselamatan diri, mengganggu ketertiban, dan merusak citra Islam sebagai agama yang menjunjung ketaatan dan keteraturan.
Bagaimana hukum menunaikan ibadah haji tanpa tashrih?
Meski aturan ini telah berlaku secara luas dan jelas, sebagian orang tetap mencoba menunaikan ibadah haji tanpa tashrih. Mereka menyusup lewat jalur ilegal atau menggunakan identitas palsu. Hal ini menimbulkan berbagai pertanyaan: Bagaimanakah status haji mereka secara syariat? Apakah sah? Apakah berdosa?
Para ulama membedakan antara sahnya ibadah dan berdosa karena adanya pelanggaran aturan. Jika seseorang berhaji tanpa tashrih, namun tetap melaksanakan semua rukun dan syarat haji, maka hajinya sah, tetapi ia berdosa karena telah melanggar aturan penguasa (pemerintah) yang sah. Artinya, seluruh rangkaian ibadah haji yang ia lakukan sah; namun di dalam waktu yang bersamaan, dia juga berdosa.
Dalilnya adalah firman Allah,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَطِيعُوا اللَّهَ وَأَطِيعُوا الرَّسُولَ وَأُولِي الْأَمْرِ مِنْكُمْ
“Wahai orang-orang yang beriman, taatilah Allah, taatilah Rasul, dan ulil amri di antara kalian.” [3]
Fatwa-fatwa dari para ulama
Hai’ah Kibar Ulama Kerajaan Arab Saudi
لا يجوز الذهاب إلى الحج دون أخذ تصريح ويأثم فاعله لما فيه من مخالفة أمر ولي الأمر الذي ما صدر إلا تحقيقا للمصلحة العامة، ولا سيما دفعوا الأضرار بعموم الحجاج وإن كان الحج حج فريضة ولم يتمكن المكلف من استخراج تصريح الحج فإنه في حكم عدم المستطيع قال الله تعالى: (فاتقوا الله ما استطعتم) وقال سبحانه؛ (ولله على الناس حج البيت من استطاع إليه سبيلا)
“Tidak diperbolehkan pergi haji tanpa mendapatkan izin (tashrih). Dan orang yang melakukannya berdosa karena hal itu merupakan bentuk pelanggaran terhadap perintah waliyul amr (penguasa). Aturan tersebut dibuat demi mewujudkan kemaslahatan umum, terutama dalam mencegah bahaya bagi seluruh jemaah haji. Meskipun haji itu adalah kewajiban, jika seseorang tidak mampu mendapatkan izin haji, maka ia termasuk dalam kategori orang yang tidak mampu. Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), ‘Maka bertakwalah kalian kepada Allah semampu kalian’ [4]; dan Allah juga berfirman (yang artinya), ‘Dan (kewajiban) manusia terhadap Allah adalah melaksanakan haji ke Baitullah, yaitu bagi yang mampu menempuhnya.’” [5] [6]
Syekh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz rahimahullah
لاـ يتبع القرار، هذا صادر من هيئة كبار العلماء، الدولة أحالته إلى هيئة كبار العلماء لأجل التخفيف على الحجاج
“Dia tidak mengikuti peraturan yang telah ditetapkan. Ini dikeluarkan oleh Haiah Kibar al-‘Ulama (Majelis Ulama Tertinggi). Negara menyerahkannya kepada Hai’ah Kibar al-‘Ulama guna meringankan beban para jemaah haji.”[7]
Syekh Shalih Al-Fauzan hafizhahullah
الحج صحيح لكن مع الإثم، ومخالفة الأنظمة التي جعلها ولي الأمر لمصالح الناس ومصالح الحُجاج، فطاعة ولي الأمر واجبة، لأنه يُريد بذلك مصلحة الناس، وتنظيم الحج، يصح منه الحج ولكن يكون عاصيًا وآثمًا في حجه، والإنسان لا يرتكب الإثم من أجل أداء سنة، الحج سُّنة إذا زاد عن مرةِ واحدة فهو سُّنة؛ ومعصية ولي الأمر محرمة، فلا يرتكب مُحرمًا من أجل فعل سُّنة
“Haji itu sah, tetapi disertai dosa, karena melanggar aturan yang ditetapkan oleh waliyul amr (penguasa) demi kemaslahatan masyarakat dan para jemaah haji. Maka, taat kepada waliyul amr adalah wajib, karena ia menginginkan kebaikan bagi masyarakat dan mengatur pelaksanaan haji. Maka hajinya sah, namun ia berdosa dan melakukan maksiat dalam hajinya. Seseorang tidak boleh melakukan dosa demi menunaikan suatu amalan sunah. Haji (kedua dan seterusnya) adalah sunah, jika sudah dilakukan sekali. Dan maksiat kepada waliyul amr adalah haram. Maka, tidak boleh melakukan hal yang haram demi mengerjakan amalan sunah.” [8]
Syekh Muhammad Nashirudin Al-Albani rahimahullah
طاعة ولي الأمر يجب طاعتهم في غير معصية الله – عز وجل – ، وهنا المسألة تختلف الآن بين مَن كان حجَّ وبين مَن لم يكن قد حجَّ ؛ يعني فريضة الإسلام ، فالذي حجَّ حجة الإسلام فيجب أن يطيع الأمر إلا إذا تبيَّن له أن الذين وضعوا هذا النظام وضعوه نكايةً في الإسلام ، وهذا ما أظنُّه يخطر في بال إنسان
“Ketaatan kepada waliyul amr (penguasa) hukumnya wajib selama tidak dalam perkara maksiat kepada Allah ‘Azza wa Jalla. Di sini perkaranya berbeda antara orang yang sudah menunaikan haji dan yang belum menunaikan haji (haji fardu Islam). Maka, orang yang sudah melaksanakan haji Islam wajib menaati aturan, kecuali jika jelas baginya bahwa aturan tersebut dibuat untuk merendahkan Islam, dan saya tidak mengira ada seorang pun yang akan berpikiran seperti itu.” [9]
Baca juga: Haji ketika Usia Dua Bulan, Sahkah?
Mengapa harus ada tashrih?
Beberapa alasan syar’i dan logis mengapa tashrih diperlukan,
1) Mengatur jumlah jemaah haji agar tidak melebihi kapasitas tempat suci.
2) Menjaga keselamatan jemaah dari kemacetan, kelelahan, dan desak-desakan.
3) Menjamin pelayanan yang layak seperti air, makanan, dan transportasi.
4) Memudahkan pengawasan dan kesehatan, khususnya saat terjadi pandemi.
5) Meningkatkan efektivitas pengelolaan jemaah.
Syariat Islam datang untuk menjaga lima hal: agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan. Maka, aturan tashrih adalah bagian dari penjagaan terhadap jiwa dan keselamatan umat. Semua ini adalah bentuk maslahah (kemaslahatan) yang dijaga oleh syariat.
Taat prosedur, haji mabrur, Insyaa Allah
Islam adalah agama yang mengajarkan ketaatan dan disiplin. Termasuk dalam ibadah haji, kita dianjurkan untuk menunaikannya dengan cara yang benar dan tidak melanggar hukum.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
من أطاعني فقد أطاع الله، ومن عصاني فقد عصى الله، ومن يطع الأمير فقد أطاعني، ومن يعص الأمير فقد عصاني
“Siapa saja yang menaati aku, maka sungguh ia telah menaati Allah. Dan siapa saja yang mendurhakaiku, maka ia telah durhaka kepada Allah. Dan siapa saja yang menaati pemimpin, maka ia telah menaati aku.” [10]
Menunaikan ibadah haji adalah cita-cita setiap muslim. Namun, untuk meraih pahala yang sempurna, kita harus melakukannya dengan cara yang benar dan tidak melanggar aturan. Haji tanpa tashrih memang sah, tetapi bisa berujung pada dosa karena menyelisihi perintah waliyul amr dan membahayakan orang lain.
Maka bersabarlah, dan niatkan haji dengan cara yang halal dan sesuai aturan. Semoga Allah Ta’ala memberikan kita kemudahan untuk berhaji dengan cara yang diridai dan diberkahi-Nya. Aamiin.
Baca juga: Tiga Pelajaran Penting dari Haji Nabi
***
Penulis: Gazzeta Raka Putra Setyawan
Artikel Muslim.or.id
Catatan kaki:
[1] QS. Ali ‘Imran: 97
[2] HR. Bukhari dan Muslim
[3] QS. An-Nisa: 59
[4] QS. At-Taghābun: 16
[5] QS. Ali Imran: 97
[6] Lihat web untuk penjelasan secara lengkap dan terperinci
[7] Lihat حكم-حج-من-لا-يملك-تصريح-الحج
[8] Lihat
[9] Lihat هل-طاعة-ولي-الأمر-في-أخذ-تصريح-الحج-واجبة
[10] HR. Bukhari dan Muslim
Lifestyle
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.