Dalam persoalan hukum berqurban, para ulama terbagi ke dalam dua pendapat utama yang masing-masing memiliki dasar argumen kuat dari hadits dan amalan para sahabat. Perbedaan ini mencerminkan keluasan pandangan dalam Islam serta pentingnya memahami dalil sebelum mengambil kesimpulan.
Pendapat Pertama: Wajib bagi yang Mampu
Sebagian ulama menyatakan bahwa hukum berqurban adalah wajib bagi setiap Muslim yang memiliki kelapangan rezeki atau mampu secara finansial. Pendapat ini dipegang oleh tokoh-tokoh besar seperti Rabi’ah (guru dari Imam Malik), Al Auza’i, Abu Hanifah, Imam Ahmad dalam salah satu riwayatnya, Laits bin Sa’ad, sebagian ulama pengikut madzhab Malikiyah, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, dan Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin—semoga Allah merahmati mereka semua.
Syaikh Muhammad bin Shalih Al ‘Utsaimin rahimahullah menyatakan bahwa pendapat yang menganggap qurban sebagai kewajiban memiliki kekuatan dalil yang lebih kuat dibandingkan dengan pendapat yang menyatakan bahwa qurban itu tidak wajib. Namun, kewajiban ini hanya berlaku bagi mereka yang benar-benar mampu secara ekonomi. Hal ini beliau jelaskan dalam kitab Syarhul Mumti’, jilid 3 halaman 408.
Di antara dalil utama yang mendukung pendapat ini adalah hadits dari Abu Hurairah radhiyallahu ‘anhu, di mana Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
“Barangsiapa yang memiliki kelapangan (harta) namun tidak mau berqurban, maka jangan sekali-kali mendekati tempat shalat kami.”
(HR. Ibnu Majah no. 3123, Al Hakim no. 7672. Hadits ini dihasankan oleh Syaikh Al Albani rahimahullah)
Hadits ini secara tegas menunjukkan kecaman terhadap orang yang mampu namun enggan melaksanakan ibadah qurban.
Pendapat Kedua: Sunnah Mu’akkadah (Sunnah yang Ditekankan)
Mayoritas ulama berpendapat bahwa hukum qurban adalah sunnah mu’akkadah, yaitu sunnah yang sangat dianjurkan dan tidak seharusnya ditinggalkan oleh mereka yang memiliki kemampuan. Pendapat ini dianut oleh para ulama besar seperti Imam Malik, Imam Asy-Syafi’i, Imam Ahmad dalam riwayat yang lain, Ibnu Hazm, dan para ulama lainnya.
Mereka berdalil dengan riwayat yang menunjukkan bahwa beberapa sahabat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, meskipun memiliki kelapangan rezeki, pernah tidak melaksanakan qurban karena khawatir dianggap sebagai kewajiban.
Contohnya adalah pernyataan dari Abu Mas’ud Al Anshari radhiyallahu ‘anhu yang berkata:
“Sesungguhnya aku sedang tidak akan berqurban. Padahal aku adalah orang yang berkelapangan. Itu kulakukan karena aku khawatir kalau-kalau tetanggaku mengira qurban itu adalah wajib bagiku.”
(HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi dengan sanad yang shahih)
Demikian pula diriwayatkan bahwa Abu Bakar dan Umar radhiyallahu ‘anhuma, dua sahabat terdekat Rasulullah, juga pernah tidak melaksanakan qurban. Hal ini diceritakan oleh Abu Sarihah:
“Aku melihat Abu Bakar dan Umar, sementara mereka berdua tidak berqurban.”
(HR. Abdur Razzaq dan Baihaqi, dengan sanad shahih)
Ibnu Hazm rahimahullah juga menegaskan bahwa tidak ditemukan satu riwayat shahih pun dari para sahabat yang menyatakan bahwa qurban itu merupakan kewajiban. Pernyataan ini tertuang dalam karya Shahih Fiqih Sunnah (jilid II halaman 367-368) serta Tawdihul Ahkaam (jilid IV halaman 454).
Menengahi Perbedaan Pendapat
Karena dalil yang digunakan oleh kedua pendapat sama-sama kuat dan memiliki dasar yang valid, maka sebagian ulama mengambil jalan tengah. Mereka menyarankan agar setiap Muslim yang mampu sebaiknya tidak meninggalkan ibadah qurban. Hal ini akan lebih menenangkan hati dan membuat seseorang merasa telah menunaikan tanggung jawabnya di hadapan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Sebagaimana disampaikan dalam Tafsir Adwa’ul Bayan (halaman 1120):
“…selayaknya bagi mereka yang mampu, tidak meninggalkan berqurban. Karena dengan berqurban akan lebih menenangkan hati dan melepaskan tanggungan. Wallahu a’lam.”
Janji Allah bagi yang Berqurban
Perlu diyakini bahwa bagi siapa pun yang mengeluarkan hartanya untuk berqurban, Allah Subhanahu wa Ta’ala pasti akan mengganti apa yang telah ia keluarkan dengan balasan yang lebih baik. Hal ini ditegaskan dalam hadits shahih bahwa setiap pagi Allah mengutus dua malaikat. Salah satunya berdoa:
“Ya Allah, berikanlah ganti bagi orang yang berinfaq.”
Dan malaikat yang lainnya berdoa:
“Ya Allah, berikanlah kehancuran bagi orang yang menahan hartanya (pelit).”
(HR. Al Bukhari no. 1374 dan Muslim no. 1010)
Lifestyle
Game News
Review Film
Rumus Matematika
Anime Batch
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
Berita Terkini
review anime
Comments are closed, but trackbacks and pingbacks are open.